Aggregat Halus Penyusun Beton (Metode Pengujian dan Analisa)

Aggregat Halus (Fine Aggreate) adalah material yang memiliki ukuran butiran terbesar 4.75mm dan tertahan pada saringan ukuran 200 (tabel ASTM), pemilihan aggregat halus sebagai bahan baku beton yang baik mutlak adanya. Adapun beberapa kriteria yang di perhatikan pada beberapa batching plant besar yakni :

1. Kebersihan (Non Friable Particle)
2. Gradasi
3. Berat Jenis dan Penyerapan (Specific Gravities and Absorption)
4. Kandungan Organik (Organic Impurities)
5. Kadar Lumpur

Untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan penggunaan aggregat halus tersebut dalam analisa sebelumnya harus di lakukan pengujian sesuai dengan ASTM (American Society Tested Material), pada masing-masing jenis pengujian itu sendiri.
Mari kita bahas dan telaah satu persatu pengujian yang di maksudkan tersebut

1. Kebersihan (Non Friable Particle)
    Nilai kebersihan dari aggregat halus adalah hal yang lumrah ingin di miliki oleh batching plant, tidak ada batchingplant yang tidak memperhatikan kebersihan material yang ingin di gunakan. nilai dari kebersihan itu sendiri meliputi kebersihan dari partikel penggangu yakni batang kayu ataupun limbah plastik yang terikut serta ketika penggalian dari Quarry pasir itu sendiri. di maksudkan ketika memiliki aggregat halus yang bersih dari kotoran tersebut tidak akan merusak mesin ketika pengadukan serta tidak menimbulkan kesan material jelek yang di gunakan dalam pembuatan beton itu sendiri.

2. Gradasi
    Gradasi dari aggregat halus itu sendiri sudah di atur dalam ASTM C33 Standard Specification for Concrete Aggregate yang memberikan spesifikasi dari batas - batas normatif penerimaan aggregat halus, standar lain yang sering di gunakan adalah British Standard yang kemudian di sadur Oleh SNI (Standard National Indonesia) mengklasifikasi aggegat halus menjadi empat kriteria penerimaan seperti gambar berikut:
Sumber Gambar : http://lauwtjunnji.weebly.com/gradasi--agregat-halus.html

Ketika dalam ASTM C 33 Jika ada aggregat halus yang di atas ataupun di bawah dari batasan tersebut di anggap downgrade, BS dan SNI mendefenisikan nya sebagai pasir dalam zona lain. Berbicara zonasi pasir, pasir yang baik dalam campuran beton adalah pasir yang memiliki zona II (Pasir Sedang) di karenakan butiran halus yang terdapat dalam pasir tersebut merata di semua ukuran saringan, membuat beton yang di hasilkan lebih padat dengan adanya pasir bersama semen dan air yang menutupi rongga dari aggregat kasar itu sendiri.
Permasalahan di lapangan yang sering di temui adalah tidak selalu mendapatkan pasir dengan zona II, dan jikapun mendapatkan pasir pada zona tersebut biasanya harganya akan tinggi. Yang berimbas terhadap harga pokok material produksi akan tinggi sehingga tidak cocok untuk di gunakan dalam bisnis readymix, seperti yang kita ketahui di indonesia umumnya perang terhadap harga jual readymix antar batchingplant sangat sengit, sehingga harga yang paling murah dengan kualitas sama yang menjadi pilihan dari konsumen.
Untuk mendapatkan pasir dengan zona II alternatif nya adalah dengan penggabungan pasir zona lain dengan persentase tertentu sehingga memenuhi kriteria penerimaan saringan dari zona II itu sendiri.
cara ini akan saya jelaskan di post berikutnya.
Pengujian dari gradasi ini adalah dengan menggunakan sarigan dan penggetar saringan (sieve shaker)


Sebelumya material contoh aggregat halus di oven pada suhu 110+-5 derajat celsius selama 24 jam, kondisi ini untuk menjaga agar material cukup kering namun tidak menghancurkan butiran nya agar hasil yang tercatat ketika di saring menggunakan saringan dengan hasil terbaik, dan mendapatkan data akurat. jika masih basah pada saringan 0.6 kebawah di mungkinkan material akan menyangkut dan tidak mendapatkan pembacaan data yang akurat.


Sumber Gambar : Dokument Pribadi



Setelah proses ovenisasi material di dinginkan pada suhu kamar 1-3 jam hingga berat nya tetap, dibutuhkan 1-2 kilogram material contoh untuk proses ini. pengulangan pengujian dengan material sama yang belum di uji lebih baik. Hal ini untuk mendapatkan nilai tengah dari dua kali pengujian yang berguna pada analisa.


Sumber Gambar : Dokument Pribadi



Kemudian catat besaran tiap fraksi dari saringan dan masukkan data tersebut kedalam grading sesuai ASTM C 33 ataupun SNI dengan metode seperti ini


Sumber Gambar : Dokument Pribadi







Hasil pengujian yang di catat akan masuk ke dalam grading bagian yang keluar dari grading dinyatakan downgrade. Dalam pencatatan grading jangan lupa untuk menghitung Modulus Halus Butir. Modulus Halus Butir (MHB) / Fines Modulus adalah tingkat kehalusan atau kekasaran dari butiran aggregat halus itu sendiri. dalam menghitung modulus halus butir di gunakan perhitungan sederhana seperti gambar di bawah ini





Sumber Gambar : Dokument Pribadi


Semakin kecil nilai MHB maka pasir akan semakin halus, yang berimbas di butuhkan lebih banyak aggregat kasar untuk mutu beton yang sama ketimbang menggunakan aggregat halus yang memiliki MHB normal. Serta kebalikan nya, semakin besar MHB maka pasir akan semakin kasar. Membuat pemakaian pasir semakin banyak dari aggregat kasar ketimbang menggunakan aggregat halus yang memiliki MHB normal.



Sumber Gambar : http://lauwtjunnji.weebly.com/gradasi--agregat-halus.html

3. Berat Jenis dan Penyerapan (Specific Gravities and Absorption)
    Berat Jenis dan Penyerapan adalah hal yang harus di ketahui selanjutnya, berat jenis nantinya akan berpengaruh terhadap volumenisasi (kubikasi) dari beton yang di hasilkan sedangkan penyerapan akan berpengaruh pada adjustmen penggunaan kadar air beton produksi. Untuk fungsi kelogistikan sendiri yang di gunakan dalam penentuan kubikasi aggregat halus bukanlah berat jenis namun berat isi gembur dari aggregat halus itu sendiri.
Pengujian dari berat jenis ini mengacu pada ASTM C 128, Prosedur pengujian adalah sebagai berikut



Sebelum pengujian di mulai periksa kadar SSD dari aggregat halus menggunakan kerucut abraham dengan metode penumbukan 25 kali tiga layar layar pertama dan kedua 9 kali dan layar ke tiga 7 kali. jarak penumbuk dengan material contoh tidak boleh lebih dari 5mm








Penting sekali untuk anda perhatikan kondisi dari material contoh sebelum di gunakan. berbeda kondisi akan mengakibatkan perbedaan hasil pengujian. Kondisi SSD (Surface Satureted Dry) merupakan kondisi yang menjadi acuan pengujian, untuk mendapatkan kondisi SSD secara instan. Material dapat di paksakan menjadi jenuh dengan penggunaan Hair Dryer , sebagai patokan kondisi tiap material dapat di lihat di gambar samping.







Timbang labu kosong mula dan timbang labu setelah di isi air sampai batas garis, tiap labu memiliki batas garis yang berbeda beda dari pabrikan nya. Hal ini adalah hal lumrah tetap lakukan pencatatan sesuai dengan garis yang di tentukan.



Keluarkan air dari tabung hingga 2/3 nya kemudian isi labu dengan material yang sudah dalam kondisi SSD tadi, berat material yang di butuhkan dalam percobaan ini adalah 500gr. Namun kondisi ini dapat berubah sesuai dengan ukuran labu itu sendiri, ukuran labu yang saya gunakan dalam percobaan ini adalah 500ml. Pada setiap percobaan buat dua benda uji dari material yang sama, hal ini untuk melihat nilai rata-rata dari pengujian itu dan untuk mengakuratkan hasil pengujian. Setelah material di masukkan seluruhnya ke dalam tabung isi kembali air sampai batas tabung awal. kemudian tutup tabung dan rendam dalam air pada suhu kamar selama +-24 jam.







Keluarkan benda uji dari dalam air lalu lap tabung hingga kering, kemudian timbang dan catat hasilnya. Lakukan hal yang sama untuk benda uji berikutnya.








Kemudian, keluarkan material dari dalam tabung ke nampan oven untuk di keringkan, lakukan prosedur ini dengan hati-hati jangan sampai ada material uji yang terbuang dalam air gunakan saringan nomor 200 dan pan ketika anda mengeluarkan material uji tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar akurasi percobaan anda dapat dijaga dengan baik, setelah itu oven benda uji pada suhu 110+-5                                                             derajat celcius dalam waktu 24jam.














Setelah material di oven selama 24jam, keluarkan material dan diamkan dalam suhu ruangan hingga berat tetap. waktu yang biasanya di gunakan hingga mencapai berat tetap adalah 2-3 jam. Jangan mendinginkan material menggunakan kipas angin, karena di mungkinkan material uji akan ikut terbang karena hembusan angin.
Setelah itu timbang dan catat material uji tersebut, lakukan hal yang sama pada benda uji berikutnya.











Kemudian rangkum hasil pemeriksaan dengan form sebagai berikut ini (Untuk sementara saya tidak bisa memberikan form dalam format xls karna alasan lain, mungkin nanti saya akan memberikan form ketika sudah bisa di perjual belikan, tentunya dengan tidak adanya logo perusahaan dan memang buatan sendiri xixixi😆)









Hasil dari pengujian anda kemudian dapat di ambil kesimpulan untuk analisa dari gambar di samping ini, dalam material yang saya uji. material ini masih dalam kategori normal dengan SG dalam batasan 1,2 dan 2,8


Sumber Gambar : http://lauwtjunnji.weebly.com/gradasi--agregat-halus.html


4. Kandungan Organik (Organic Impurities)
    Kandungan organic dalam aggregat halus ini akan menentukan kekuatan beton setelah mengeras
dan warna dari beton itu sendiri, mengapa demikian?. Aggregat halus yang terpapar kandungan organik yang tinggi melebihi batas standar yakni nomor 3 akan membuat noda corak kehitaman pada beton setelah mengeras, karna terdapat kandungan material organik. Beton menjadi lebih rapuh dan tulangan di khawatirkan bereaksi dengan kandungan organik itu sendiri membuat nya berkarat sehingga tidak tahan lama. pengujian kandungan organik sangat sederhana yakni dengan melarutkan NaCL kadar 3% dengan air kemudian di campurkan dengan material uji. hasil warna yang keluar kemudian di bandingkan dengan pallet warna.

Aggregat halus yang memiliki kadar organik yang tinggi tetap dapat di gunakan dengan syarat aggregat halus tersebut hasus di cuci terlebih dahulu, bisa juga material tersebut di diamkan hingga mendapatkan guyuran air hujan selama beberapa waktu namun hal ini membutuhkan waktu yang lama juga dukun pemanggil hujan tentunya jika daerah anda tidak se sering bogor di guyur air hujan hehe.

5. Kadar Lumpur
    Kadar lumpur ini dapat di uji menggunakan dua metode yakni metode laboratorium atau metode pengujian lapangan, metode laboratorium di gunakan untuk mengidentifikasi secara akurat dari lumpur yang terdapat dalam material dengan proses cuci-saring. Sedangkan pada pengujian lapangan dikenal dengan metode silt content yakni metode untuk pengambilan keputusan segera menggunakan endapan pada gelas regen. mari kita bahas satu persatu.




1. Metode Silt Content
    Metode ini digunakan untuk mengambil keputusan cepat bagi Quality Control di lapangan, dengan menambahkan 1% dari NaCl dalam bahasa sehari hari Garam Dapur beserta air. Material uji di guncang dalam gelas regen dan di biarkan selama beberapa saat hingga mengendap, endapan yang di defenisikan sebagai silt atau kadar lumpur awalan. Silt ini akan lebih besar 3% sampai 5% dibandingkan dengan metode pengujian cuci-saring, namun akan efisien jika kondisi yang memang membutuhkan pengambilan keputusan secara cepat.





2. Metode Cuci - Saring
    Metode ini menggunakan saringan nomor 200 yang di defenisikan pada astm aggregat yang lolos dari saringan 200 merupakan lumpur, metode cuci-saring ini memberikan hasil yang akurat pada pengujian kadar lumpur terhadap aggregat. Material uji yang di butuhkan untuk pengujian ini sebesar 500gr. Setelah di lakukan proses cuci-saring material basah lalu di oven pada suhu 110+-5 derajat celcius selama 24jam kemudian di diamkan hingga beratnya tetap lalu timbang.
selisih dari berat awal dan akhir ini lalu di defenisikan sebagai lumpur pada aggregat.

Analisa Akhir
     Setelah melakukan pengujian material terhadap aggregat halus dapat di berikan kesimpulan dan spesifikasi dari penerimaan aggregat berupa

1. Kebersihan (Non Friable Particle)
    Mutlak tidak adanya kotoran pada material, dan jikapun ada kotoran tidak lebih dari 1% dari berat keseluruhan material yang di terima.
2. Gradasi
    Grading yang terbaik dalam penerimaan material adalah zona II untuk penyusunan bahan baku beton, jika material di defenisikan melebihi atau kurang dari zona II. Maka material dapat di campur dangan zona lain untuk mendapatkan fraksi yang di butuhkan sehingga menjadi zona II.
3. Berat Jenis dan Penyerapan (Specific Gravities and Absorption)
    Berat jenis untuk beton normal adalah 1.2-2.8, penerimaan berat jenis ini di dasarkan dari kebutuhan berat jenis beton yang di syaratkan. beton normal memiliki berat jenis 2.1 - 2.5 ton/m3. untuk penyerapan maksimal pada pasir adalah 2.5% semakin tinggi penyerapan maka semakin banyak air yang di butuhkan aggregat untuk mendapatkan campuran dengan nilai slump yang sama.
4. Kandungan Organik (Organic Impurities)
    Kandungan organik mutlak di jaga sampai batas standar nomor 3. jika melebihi dari nomor 3 maka hasil akhir beton akan menimbulkan bercak hitam pada permukaan nya. serta beton menjadi lebih rapuh dan durabilitas beton menurun karna tulangan beton menjadi bereaksi dengan kandungan organik yang mengakibatkan tulangan menjadi keropos akibat sifat korosif dari kandungan organik itu sendiri.
5. Kadar Lumpur
    Kadar lumpur pada aggregat halus harus sangat di perhatikan, kekuatan beton yang di rencakan akan berkurang ketika kadar lumpur tinggi. Mengakibatkan penggunaan semen lebih untuk mendapatkan mutu beton yang sama.


Sekian untuk postingan pertama ini, mungkin terlewat satu hari untuk mengucapkan selamat hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 72. Dirgahayu Indonesiaku, semoga sedikit postingan ini menjadikan praktisi beton ataupun yang lain semakin paham terhadap pentingnya pengujian material bahan baku beton. saya sambung ke posting berikutnya untuk pengujian aggregat kasar. kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan, ilmu yang saya dapatkan semoga dapat mencerdaskan semua pihak. sekilas tentang saya di bawah ini.

wassalam.



Komentar